31 December 2007
"CHEN GUANG" PERTAMA 2008 DI BUSAN
29 December 2007
CATATAN PRODUKSI #03
Untuk menunggu jalan kecil menjadi sepi saja lamanya ya ampun banget. Belum lagi udara malam pas winter gini yang nggak banget untuk orang Jogja yang biasa kepanasan. Orang Korea suka sekali mabuk dan teriak-teriak di jalan, kalo matahari belum terbit mereka juga belum pulang. Di ingatkan untuk minggir aja malah mendekat ke depan lensa dan teriak-teriak.

25 December 2007
CATATAN PRODUKSI #02
Buat saya membuat film adalah bukan urusan menulis apa saya yang ada di dalam pikiran kita, merangkai dalam sebuah cerita dan berusaha dengan segala cara merealisasikan dalam sebuah gambar dan suara. Saya setuju dengan konteks "merealisasikan" tersebut, tapi kemudian yang perlu kita bicarakan disini adalah bagaimana cara merealisasikan apa yang ada di pikiran kita, dan memilih pikiran kita yang mana yang akan kita realisasikan.
Hari ini saya belajar banyak karena shoting di sebuah tempat yang sama sekali tidak saya kenal secara fisik dan emosinya. Setelah menulis naskah hingga draft terakhir, seperti biasa saya yakin bahwa naskah tersebut pasti berubah setelah proses casting, hunting lokasi, shoting bahkan editing. Oleh karena itu setelah menulis naskah saya tidak mau berfikir tentang adegan atau bahkan merancang shot sebelum melihat lokasi, atau lebih tepatnya merasakan soul yang ada di lokasi. Beberapa teman mengajak saya berdiskusi, saya selalu diam. I don't have any idea.
Yang saya inginkan adalah datang, berfikir dan menentukan apa yang saya ingin lakukan. Karena saya butuh rangsangan untuk saya bisa merasakan dan berfikir. Tidak harus seminggu sebelumnya atau bahkan beberapa bulan sebelumnya. Bisa jadi lima menit sebelum shoting, hanya berikan saya waktu lima sampai sepuluh menit ketika sampai di lokasi. Silahkan beristirahat menunggu saya berfikir, kalo kebetulan hari itu otak dan hati saya sedang malas di ajak bekerja, paling lama 30 menit. Dan naskah biasanya berubah di proses ini, lebih sering adegan yang pasti berubah. Itulah pengertian film independen secara personal buat saya. Ketika saya bilang butuh ruangan sexy, saya percaya dengan definisi ruangan sexy versi kru saya. Saya tidak akan bilang dengan lampu yang redup, warna yang merah dan dengan tembok motif celana dalam. Tentunya sebuah cara dan pola kerja yang berbeda dengan film industri atau apalah istilahnya.
Membuat film adalah bagaimana kita bisa merasakan apa yang ada di sekitar kita dan merealisasikan serealistis dan sesolutif mungkin. Hari ini saya belajar banyak karena disini saya benar-benar tidak tahu dengan lokasi yang akan saya dapatkan baik secara visual maupun emosional. Biasanya mungkin lebih mudah untuk melanjutkan proses pekerjaan saya. Ketika kita sepakat malioboro, saya langsung bisa tahu secara visual dan feel yang ada di malioboro. Yang perlu dilakukan hanyalah lihat, rasakan, pikirkan, putuskan dan lakukan.
Darezhan Omirbayev
"I want make compotition frame like this!! Cause what i want is the machine will be powerfull than human!! So..the picture must be green (apa hubungannya?-red)!! and i think audience of our film will be understand if human is just a human in the middle of fu*c**n' machine in Korea!!!
Dia cuma manggut-manggut dan bilang :
Maybe..
Dalam waktu yang cukup lama saya salah mengartikan kata "maybe"-nya dia itu dan terduduk lemas di kursi. Waktu itu saya hanya berfikir karena dia tidak bisa bahasa inggris dan translatornya sudah terlihat capek untuk bekerja. Tapi ternyata "maybe"-nya dia itu mempunyai makna yang dalam beberapa tahun bulan kemudian. Benar, saya dulu adalah orang yang sangat membangga-banggakan tekhnis, dan saya pikir memang semua pembuat film mengalami masa yang memang penting itu, tekhnis.
Yang dimaksud "maybe" oleh Omirbayev adalah bahwa kamu bisa saja merencanakan apa yang ada di isi kepalamu, tapi kamu tidak akan pernah tahu seperti apa yang akan terjadi nanti di lokasi. Seperti halnya ketika kamu menggambar baju untuk pemain, kamu tidak tahu apakah kamu benar-benar akan menemukan baju yang sama dengan yang kamu gambar. Maka, marilah kita jalan-jalan ke lokasi daripada duduk-duduk disini membicarakan naskah yang sebenarnya sudah selesai kemaren. Atau naeklah ke kamarmu dan bawalah semua baju yang kamu punya, dan marilah kita pilih baju yang bisa dipakai oleh pemain kita.
Lima menit setelah itu aku udah datang dengan semua bajuku yang belum dicuci dan semua sepakat memakai salah satu bajuku dan sepakat agar tidak mencucinya karena katanya bau keringatku di baju itu sangat bisa memberikan soul bau seorang tenaga kerja asing di Korea. 30 menit setelah itu kita sudah berada di pinggir pantai dan merasakan lokasi sambil berdiskusi yang lebih nyata. Dua jam kemudian aku sudah berada di dalam sebuah pabrik dan sama sekali tidak merasakan human is just a human in the middle of machine.
Tsai Ming Liang dan Istvan Szabo


Wong Kar Wai
Yang lebih kaget lagi sebenarnya jawaban Wong Kar Wai ketika ditanya tentang urusan tekhnis di Chungking Express dan bagaimana cara kerjanya dengan Chris Doyle. Dia hanya bilang kalo di film itu dia sama sekali tidak pernah membicarakan tekhnis. Bahkan di film-filmnya yang lain dia juga tidak pernah membicarakan urusan teknis dengan Chris Doyle sebelumnya.
Saat di kejar lagi dengan tekhnis hand held dan jump cut di Chungking Express. Dia hanya bilang tidak pernah merencanakan tekhnis itu. Awalnya Chris Doyle bekerja seperti biasa, dengan gerakan kamera yang halus dan setting kamera yang sangat lama. Wong Kar Wai hanya bilang buang aja tripotmu dan bekerjalah seperti kameramen CNN karena aku butuh cepet. Mengingat film itu shoting di pusat keramaian dan tanpa ijin. Sedangkan menjawab tekhnis jump cut ia hanya bilang itu dia lakukan di editing karena memang banyak gambar yang bocor, banyak orang-orang yang bersliweran di pasar yang ramai itu dan melihat ke lensa kamera saat shoting, maka di potonglah bagian itu.
Maka dari itu ketika hari ini seorang teman yang bantuin di produksi mengabarkan kalo belum bisa melihat lokasi untuk motel dan menanyakan apa yang hari ini bisa dilakukan untuk shoting besok. Saya hanya bilang..tiduur aja yuuuuk..ngantuk nih, dingin lagi. Hooaaaheeeem.
24 December 2007
CATATAN PRODUKSI #01
Aku jadi inget Mayar, film yang aku buat dengan konsep yang sama dan masih sangat aku cintai sampai hari ini. Pada saat produksi Mayar aku bersusah payah untuk mendapatkan pinjeman handycam Digital 8 (handycam canggih waktu itu), disini aku juga bersusah payah untuk bagaimana aku bisa shoting hanya dengan handycam, karena alat yang tersedia melimpah ruah mulai dari HDV sampai kamera film.
Jelas pra produksi kali ini sangat berbeda. Aku jadi tambah kangen sama temen-temen fourcolours. Rasanya beda biasanya memimpin sebuah rapat pra produksi dengan bahasa jawa include pisuhan dan sekarang dengan bahasa yang nggak jelas, inggris pada nggak ngerti korea aku yang grotal-gratul, sedangkan filmnya pake bahasa china (pisuhan gak ada masalah, udah lancar). Yang membuat lebih complicated karena disini semua bahasa-bahasa standart produksi dan nama alat sebagian besar sudah diubah dengan bahasa Korea. Tapi bukan itu yang paling penting, karena aku masih merasa punya soul and passion yang sama dengan mereka di produksi ini.
Huan Chen Guang, this is film about journey of two chinese girls in search for happiness. Then what is happiness? How to find happiness? Where to find happiness? What is the meaning of happiness?
18 December 2007
KURBAN DI BUSAN
Aku juga baru tahu malam sebelumnya kalo ternyata pelaksanaan sholat Ied lebih dulu sehari dari Indonesia, kalo saja tidak ngecek info di milist tadi malam sebelum tidur, pasti sudah datang ke masjid tanggal 20 Desember.
Setelah sholat selesai, dilanjutkan dengan penyembelihan hewan kurban. Ini yang aku agak penasaran, apa yang akan di sembelih. Ternyata disini ada kambing juga, baru pertama kali ini aku lihat wedhus di Korea.
Aku mendekat sekedar untuk mencium bau prengusnya biar dapet soul idul adha-nya. Kambing itu diam tidak mengeluarkan suara apapun, padahal aku tunggu-tunggu dia akan mengembik pakai cara Jawa atau Korea.
16 December 2007
MELAWAN NTSC
Sepertinya perjuangan melawan NTSC akan terus berlangsung selama tinggal di Busan. Setelah bulan lalu sukses aku kalahkan untuk membuat sebuah project, minggu ini giliran aku di hajar habis sama NTSC sialan itu.
Minggu lalu ada screening film tugas di kampus. Rangkain acaranya adalah pemutaran film-film tugas selama semester ini, pemilihan ketua perhimpunan mahasiswa tahun ini, perkenalan sekaligus pemutaran dua filmku dan di tutup dengan makan-makan. Dari kamar sudah berangkat dengan perasaan senang walaupun juga tidak dengan senyum-senyum dan sambil loncat-loncat.
Sampai di kampus, ruang screening yang mewah untuk ukuran sekolah film itu sudah dipenuhi hampir semua mahasiswa fakultas film dari semua angkatan. Film demi film sudah di putar, pemilihan ketua perhimpunan mahasiswa fakultas film pun selesai. Giliran pemutaran Harap Tenang, Ada Ujian! dan Setengah Sendok Teh setelah aku maju ke depan untuk perkenalan sekaligus kulonuwun ke mereka semua karena mulai semester depan aku akan lebih sering nginjak-injak kampus. Semuanya juga sudah tidak sabar ingin menyaksikan seperti apa sih film orang Indonesia ini.
Gila, NTSC kembali menang. PAL benar-benar tidak mampu berbuat banyak di player DVD maupun DV ruang screening itu. Salah satu orang lari ke studio karena aku dulu pernah bisa memutar DV tape PAL di salah satu ruang. Ternyata semua alat juga sedang dipakai di acara sebelah, pemutaran karya anak jurusan Broadcasting. PAL benar-benar tidak berkutik hari itu. Kalopun ada pemutaran lagi untuk mengalahkan NTSC, masih di bulan Maret saat pemutaran film ujian. Kali ini aku mengaku kalah, aku masih di hajar habis oleh NTSC. Tapi tidak ada kata lain, Lawan!!!
Minggu lalu ada screening film tugas di kampus. Rangkain acaranya adalah pemutaran film-film tugas selama semester ini, pemilihan ketua perhimpunan mahasiswa tahun ini, perkenalan sekaligus pemutaran dua filmku dan di tutup dengan makan-makan. Dari kamar sudah berangkat dengan perasaan senang walaupun juga tidak dengan senyum-senyum dan sambil loncat-loncat.
Sampai di kampus, ruang screening yang mewah untuk ukuran sekolah film itu sudah dipenuhi hampir semua mahasiswa fakultas film dari semua angkatan. Film demi film sudah di putar, pemilihan ketua perhimpunan mahasiswa fakultas film pun selesai. Giliran pemutaran Harap Tenang, Ada Ujian! dan Setengah Sendok Teh setelah aku maju ke depan untuk perkenalan sekaligus kulonuwun ke mereka semua karena mulai semester depan aku akan lebih sering nginjak-injak kampus. Semuanya juga sudah tidak sabar ingin menyaksikan seperti apa sih film orang Indonesia ini.
Gila, NTSC kembali menang. PAL benar-benar tidak mampu berbuat banyak di player DVD maupun DV ruang screening itu. Salah satu orang lari ke studio karena aku dulu pernah bisa memutar DV tape PAL di salah satu ruang. Ternyata semua alat juga sedang dipakai di acara sebelah, pemutaran karya anak jurusan Broadcasting. PAL benar-benar tidak berkutik hari itu. Kalopun ada pemutaran lagi untuk mengalahkan NTSC, masih di bulan Maret saat pemutaran film ujian. Kali ini aku mengaku kalah, aku masih di hajar habis oleh NTSC. Tapi tidak ada kata lain, Lawan!!!
03 December 2007
CERITA NOMOR 519
Subscribe to:
Posts (Atom)