Showing posts with label My life in Korea. Show all posts
Showing posts with label My life in Korea. Show all posts

02 July 2008

BUSAN ASIAN SHORT FILM FESTIVAL 2008

Beberapa foto dari website Busan Asian Short Film Festival 2008.
Guest Visit dan foto bareng penonton anak-anak SMP setelah pemutaran Setengah Sendok Teh.


Wawancara dengan sebuah majalah lokal.



Open Talk tentang film pendek di Indonesia.

28 June 2008

LONELY VACATION

나 어제 방학데 경주에서 갔어요.
경주부터 부산까지 부스로 1시간 걸러요.
이것는 사진을 찍었어요.




15 June 2008

SEMESTER MUSIM SEMI SELESAI

Akhirnya selesai juga semester musim semi dan mulai menikmati liburan musim panas setelah hampir sebulan di hajar demikian banyak tugas akhir semester. Evaluasi dari semester kemaren adalah jangan terlalu banyak mengambil kelas untuk semester musim gugur yang akan datang. Belajar di kelas ternyata memang masih membosankan, belum lagi kewalahan membagi waktu mengerjakan tugas di akhir semester. Lebih baik sedikit duduk di kelas dan perbanyak jalan-jalan. Dan target semester depan adalah film sound. Berikut ini sedikit review untuk beberapa kelas yang aku ambil di semester musim semi kemaren :

Modern Film Theory
Kelas ini ternyata mempelajari tentang National France Cinema dan lebih fokus ke Francois Truffaut selama setengah semester. Sedangkan setengahnya lagi tentang Asian Cinema yang fokus ke Hong Kong dan Taiwan (Wong Kar Wai, Edward Yang dan Tsai Ming Liang). Aku sendiri nggak begitu tahu tentang apa yang mereka diskusikan karena kemampuan bahasa koreaku yang belum bisa mengikuti proses perkuliahan yang sangat cepat. Kelas ini hanya aku manfaatkan untuk menonton film dan belajar bahasa korea. Di saat aku sudah menyiapkan presentasi tentang Tsai Ming Liang, dosen di kelas ini malah menyuruh aku untuk menyiapkan presentasi tentang Indonesian Cinema. Jadi di akhir semester sebelum ujian mereka jadi tahu sejarah film Indonesia sejak jaman Loetoeng Kasaroeng, Usmar Ismail sampai MFI. Dan memang benar, sangat malu saat harus bilang bahwa film terbaik Indonesia yang berjudul Ekskul itu mengambil musik dari film korea yang berjudul Tae Guk Ki. Dan parahnya lagi tanpa sengaja hari itu aku memakai kaos MK pictures, PH yang memproduksi Tae Guk Ki.

Producing
Mata kuliah dengan dosen yang mengajar dengan bahasa korea tercepat, belum lagi dialeg Busan yang kadang orang korea (Seoul) pun nggak ngerti artinya apa. Untung saja kelas ini di tengah semester di isi dengan Im Kwon Taek Masterclass. Bersama lima orang teman tergabung di kelompok tiga (Naeng Jeong Blues) dan memproduksi film pendek adaptasi dari sebuah novel, To Be or Not To Be. Dari awal aku udah kesulitan karena novel itu berbahasa korea. Di proses script development kalo teman yang lain pegang naskah, aku pegang kamus Indonesia-Korea keluaran Pusat Studi Korea UGM. Shoting menyenangkan, bonus salah casting. Pemain tiba-tiba saja potong rambut setelah hari pertama dari tiga hari shoting yang di jadwalkan. Aku yang di produksi ini ada di departemen sinematografi senyum-senyum aja di saat yang lain marah-marah pasca peristiwa rambut itu. Hasilnya tidak terlalu menyenangkan, tapi proses yang sangat penting.

Cinematography
Agak belajar banyak di kelas ini mulai dari kamera 16mm sampai Camera Language. Walaupun ujian akhir semester kelas ini sedikit aneh. Tanpa di kasih tahu sebelumnya tiba-tiba saja sudah diberi jatah filmstock 16mm 400 feet. Harus menulis cerita saat itu juga dan shoting saat itu juga di studio. Mungkin karena aku masih eman-eman aja liat filmstock yang digunakan asal-asalan. Akhirnya di kelas ini untuk ujian aku bikin film pendek berjudul Kom (Dream). Hasilnya tidak cukup bagus karena kameramen yang selalu out focus dan dosen yang salah format ratio waktu telecine.

Digital Film Workshop
Kelas dengan kelompok yang paling menyenangkan. Ini satu-satunya kelas mahasiswa tahun kedua yang aku ambil. Dari awal kelompokku udah terlihat asyik. Di tugas pertama aku bikin scene pembunuhan yang jadi tugas terbaik. Trus aku sempet ninggalin kelompok ini saat mereka ada openclass selama dua hari di pedesaan dan aku harus ke Jeonju Film Festival. Lalu di tugas akhir semester membuat film pendek dengan judul Balkan Gudu (The Red Shoes). Ceritanya simpel, tentang seorang perempuan ABG yang tiba-tiba saja sepatu hak tinggi-nya jadi berasa sakit setelah cintanya ditolak. Tugasnya adalah bagaimana menggambarkan bahwa sakit yang dirasakan gadis itu ada di di kaki dan hatinya. Aku yang jadi kameramen cukup terbilang sukses di kelas ini. Hasil filmnya lumayan, tapi semua temen-temen kelompokku jadi terlihat lemas karena ada masalah teknis di sound ruang screening saat pemutaran.

Directing
Di kelas ini aku belajar banyak tentang adaptasi. Mulai adaptasi dari berita di koran, artikel di majalah, foto sampai judul lagu. Setiap minggu harus mempresentasikan cerita hasil adaptasi. Adaptasi dan remake memang cara yang cukup populer untuk nelajar film disini. Sebelum membuat film sendiri, beberapa kali ada tugas untuk re-make beberapa scene dari film yang udah ada. Aku membayangkan seperti band yang membawakan lagu orang lain terlebih dahulu sebelum mereka menciptakan lagu sendiri. Di akhir semester masing-masing diberi tugas personal. Tugas akhir semester berupa film essay tentang emosi. Aku membuat film tentang perasaan kangen terhadap keluarga. Konsepnya apa yang aku lihat disini beda dengan apa yang aku dengar. Aku melihat Korea, tapi yang ada di telingaku adalah suara-suara di Indonesia. Sebenernya hasil filmnya biasa, hanya beberapa stok gambar di korea yang aku beri ilustrasi musik dan suara-suara kedua keponakanku (Adam dan Dinda) yang sedang belajar membaca dan menyanyi. Tapi berhasil menjadi tugas terbaik dan dengan sukses membuat beberapa orang menangis pada saat pemutaran tugas di ruang screening.

29 April 2008

9808, PROJECT MELAWAN LUPA

Sebulan setelah sampai di Korea, beberapa teman pembuat film di Indonesia mempunyai inisiatif untuk berbuat sesuatu di tahun 2008 dalam rangka sepuluh tahun setelah peristiwa Mei 1998. Saya langsung mengiyakan tanpa berpikir panjang karena buat saya sangatlah menyenangkan melakukan hal yang positif bersama-sama, apapun itu. Beberapa bulan kemudian, jadilah Huan Chen Guang untuk project ini. Film ini lahir karena saya harus berada di sebuah ruang yang baru dan sangat asing saat mencoba mengingat-ingat lagi tentang peristiwa Mei '98. Sepuluh tahun setelah peristiwa itu, saya berada di sebuah negara yang bahkan mempunyai huruf yang tidak mampu saya baca pada waktu itu, saya hidup di sebuah asrama yang katanya international tapi 90 persen dari mereka yang tinggal disini adalah warga Cina, dan banyak hal yang baru lainnya. Hal tersebut yang menjadikan Huan Chen Guang akhirnya lahir untuk project ini. Mencoba menghubungkan dengan sebuah peristiwa di masa lalu dan sebuah peristiwa yang baru saya alami di masa kini.

Jika saja saya masih berada di Indonesia saat sepuluh tahun sejak peristiwa itu, tentu saya juga akan membuat hal yang berbeda. Dari sini saya belajar sedikit banyak tentang hubungan membuat film dan ruang si pembuat film. Saya sendiri mempunyai hubungan emosional yang sangat kuat dengan Mei 1998. Mungkin karena saya waktu itu sedang terlalu bersemangat untuk belajar menghadapi UMPTN sedangkan semua orang justru sibuk turun ke jalan dan membuat saya gagal mencapai lokasi try out karena terkena gas air mata tepat pagi hari setelah Moses Gatotkaca meninggal. Atau beberapa kali saya yang harusnya masih tidur tapi harus mengantar bapak ke kantor yang memutuskan tidak membawa motor karena sorenya pasti terjebak demo. Sebuah peristiwa yang asyik untuk seorang anak yang lulus SMA di tahun 1998. Setelah kenyataan mengharuskan bahwa sepuluh tahun setelah peristiwa itu saya harus tinggal di negara lain, jadilah Huan Chen Guang untuk project 9808 bersama 10 film pendek yang lain.

Click here for detail about 9808 project.

24 March 2008

HALF TEASPOON WIN A GRAND PRIZE IN HONGKONG INDEPENDENT FILM VIDEO AWARD 2008


Taken from www.filmfestivalworld.com

Hurray, creative talents! More than 20 local and Asian directors have just received prizes from the 13th Hong Kong Independent Short Film and Video Awards (ifva) and are prepared to radiate their creative energies in the city and around the world.

The ifva is the most active promoter of creative media in Hong Kong and Asia.

From this year’s ifva award-winning works, one can see the diversity of styles and possibilities of “Moving the Images.” “Merry X’mas” by the Open Category Gold award winner AU Man-kit Jevons, as the jury Elaine Chow said, “is genuine and rather touching” showing the ordeal of poverty on a little girl. “A very direct way of letting viewers feel the problems of the blind and the response they elicit” as commented by the jury Chan Pik-yu.

“Voice in the Darkness” by Lee Ka-wai and Lau Chui-ting, Gold award winners of the Youth Category, brings the audience to the darkness through lens.

Leong Suet-yan Cherry reveals her great potential in joining the rapid-growing local animation field with her Gold-awarded work “The Hole” using paper-cutting techniques with a “delightful surprise” (commented by the jury Lo Che-ying Neco).

Isfansyah Ifa from Indonesia impresses the jury of the Asian New Force Category with his highly stylized work “Half Teaspoon.”

Suwichakornpong Anocha from Thailand plays around with the real and the fabricated real with respects to the ontology of filmmaking in his work “Jai.”

The full list of Awards include:

Single-Screen-Based Interactive Media Category-
Gold Award: "With hold"

Silver Award: "Alliance"
Director: kWONG Wing-fat

and "Rubbing Tool"
Director: KWOK Yu-ho, CHAN Wai-yu

Special Mention: "Pixsonic Playground"
Director: CHEUNG Hon-him, LAM Chi-fai, Jason

Animation Category-

Gold Award: "The Hole"
Director: LEONG Suet-yan, Cherry

Silver Award: "Link"
Director: CHUI Chun-yu, CHAN Wai-yee

Special Mention
The Red Buds
Director: LEUNG Man-ki

and "Wisdom Tree"
Director: HO Man-kit, TSUI Ka-hei, TSUI Ka-long, CHAN Siu-chung

Open Category-
Gold Award: "Merry X’mas"
Director: AU Man-kit, Jevons

Silver Award: Wong Tsz Ching in "Search for Wong Tsz Ching"
Director: WONG Tsz-ching

and The Young Dream
Director: CHOW Tze-chun, LAI On-ching

Special Mention: "Variable"
Director: WONG Wai-kit

Youth Category-

Gold Award: "Voice in the Darkness"
Director: LEE Ka-wai, LAU Chui-ting

Silver Award: "Family"
Director: HONG Chun-wai, LAM Chi-Kin, CHAN Fu-lim, TANG Ho-man

Special Mention: "GameLive"
Director: FONG Ching-kui

and "Lost View"
Director: CHAN Kai-lun, CHAN Shun-wa

"Deliverance"
Director: KWAN Tsz-wai, Alan

Asian New Force Category-

Grand Prize: "Half Teaspoon"
Director: ISFANSYAH Ifa

"Jia"
Director: SUWICHAKORNPONG Anocha

Special Mention: "Bare"
Director: Santana ISSAR

The Independent Short Film and Video Awards (ifva), hosted annually by the Hong Kong Arts Centre, has been actively promoting innovative creative media since 1995. In addition to supporting short film, video, and interactive media, ifva also organizes pre- and post-award activities to enhance public awareness of creative media and encourage media interaction. Committed to developing local indie talent, ifva seeks to break new ground and push the boundaries of innovation and creativity.

DIRECTOR AND MONITOR

Beberapa bulan terakhir ini saya sedang tidak percaya dengan sebuah monitor saat produksi. Film saya yang terakhir saya selesaikan tanpa melihat monitor. Beberapa kali mengerjakan tugas penyutradaraan di kampus, saya juga mengabaikan monitor. Saya merasa lebih nyaman untuk mengoreksi acting pemain saya langsung dari sebelah kamera, dengan cara ini juga menuntut saya menjadi lebih percaya dengan kameramen saya. Mungkin hanya karena saya sedang belajar fokus pada sebuah acting, bukan pada mise en scene seperti biasanya. Ditambah juga saya sedang tidak harus mempertanggungjawabkan apa yang saya kerjaankan kepada orang lain.

Cara yang sedang saya gemari ini jelas bukan sebuah cara yang baru, justru cara yang sangat klasik yang selalu dilakukan oleh semua sutradara jaman sebelum ditemukan video sender untuk mengantarkan gambar dari kamera ke sebuah monitor. Karena itulah setiap ada kesempatan bertemu sutradara generasi tua (yang sempat melewati jaman belum bisa memakai monitor), saya pasti tergoda untuk menanyakan hubungan director dan monitor ini. Senin (24/3) kemaren saya kembali berkesempatan bertemu Im Kwon Taek saat kuliah.

Ifa Isfansyah : Dimanakah posisi anda saat menyutradarai film?

Im Kwon Taek : Sebanyak 69 judul film saya selesaikan dengan hanya berada di sebelah kamera, selebihnya (31 judul) saya selesaikan dengan sesekali melihat monitor karena sudah ditemukan fasilitas itu. Saya akui monitor memang sebuah alat yang efektif untuk seorang sutradara mengoreksi gambar. Tapi saya tidak terlalu percaya dengan apa yang saya lihat di monitor. Saya lebih percaya dengan apa yang saya lihat langsung dengan mata saya. Pertanyaan bagus.

16 March 2008

TERSESAT DI BUSAN


Weekend kemaren sempet iseng naik bis tanpa liat jalur, asal naik aja bis yang pertama kali datang di halte. Ternyata jalur 133 itu naik ke sebuah tempat terpencil sampai mentok dan berhenti di garasi bis. Karena sudah diniati untuk tersesat ya jadinya malah sekalian jalan-jalan.
Asyiknya justru nemu lapangan bola yang asyik dan sore itu kebetulan untuk pertandingan bola bapak-bapak. Lumayan, hampir dua jam kesampaian nonton bola di lapangan setelah berkali-kali melewatkan liga champion. Dari awal kick off aku udah megang tim merah, kebetulan juga maennya bagus. Ternyata benar, skor akhir 3-1 untuk tim merah.

26 February 2008

MEMBUNUH (WAKTU) KOREA

Liburan musim dingin benar-benar sangat lama. Setelah stock rasa kesepian saya sudah habis beberapa bulan yang lalu, sekarang giliran stock rasa bosan saya yang habis. Benar-benar sudah tidak bisa lagi merasakan bagaimana rasa bosan itu. Akhirnya (waktu) Korea benar-benar berhasil saya bunuh dengan sebuah kegiatan yang mempesona : menulis buku.

Ya, saya menulis sebuah buku dengan judul yang sangat dahsyat : JADILAH SUTRADARA FILM : SEBUAH PANDUAN UNTUK GENERASI PENERUS PERFILMAN INDONESIA. Hahahahaha…Sebuah judul yang sangat sombong!!! Saya suka!! Alhamdulillah, akhirnya saya sombong. Mudah-mudahan kalo sudah cetak nanti bisa selesai dibaca sambil cengar cengir oleh para generasi penerus perfilman Indonesia yang sekarang mungkin masih SMP/SMA.

Tak kasih bocorannya :

SEBELUM MEMBUAT FILM
Jangan terburu-buru membuat film. Yang terpenting adalah kamu tahu dan sadar bahwa kamu ingin menjadi seorang sutradara. Memang benar untuk bisa disebut sutradara adalah kita harus membuat film. Tapi film hanyalah media dan pilihan untuk menyampaikan apa yang kamu tahu dan ada di kepalamu, jadi kalo kamu tidak tahu apa-apa filmmu juga nanti tidak akan berarti apa-apa. Yang harus kamu lakukan pertama kali adalah bahwa kamu harus yakin suatu saat nanti kamu akan menjadi seorang sutradara besar. Mulai sekarang, apa yang kamu lakukan adalah perjalanan hidupmu untuk meraih impianmu itu. Semakin kontroversial, kisah perjalanan hidupmu menuju sutradara semakin menarik. Kamu harus sadari itu. Sabar dulu, jangan terburu-buru membuat film. Karena film pertama itu sangat penting untuk orang menjadi tahu siapa dirimu. Sekarang beraktifitaslah seperti biasa, hanya saja dalam sebuah kesadaran bahwa suatu saat nanti kamu akan menjadi seorang sutradara.

Kamu bisa buktikan ini. Carilah tahu siapa Steven Spielberg dulu pada waktu remaja, siapa Jean-Luc Godard pada saat SMP. Siapa Garin Nugroho pada waktu masih hidup di Jogja. Tidak ada yang langsung membuat film. Garin Nugroho saat di Jogja adalah………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………….........
...................................................................................................................................................................
Langkah ke-13 : Nonton Film Jelek
Jangan anggap remeh langkah ini. Paksa mata dan hatimu untuk menonton film jelek hingga selesai, ini sangat penting. Mintalah referensi film jelek kepada temanmu. Atau mintalah reverensi film bagus kepada temanmu yang selera filmnya berbeda dengan kamu. Saya tidak akan menyarankan kamu untuk menonton film bagus, karena kamu pasti sudah melakukan tanpa saya sarankan. Tapi sekali lagi saya mohon, tontonlah film jelek. Saya tidak perlu kasih referensi disini, banyak sekali film jelek di Indonesia dan manfaatkanlah itu menjadi sebuah kelebihan. Dan yang paling penting adalah paksa dirimu menonton hingga film itu selesai.

Dalam menonton jadikanlah dirimu benar-benar sebagai penonton. Bukan kritikus atau bahkan pembuat film. Harus menonton dan dengan iklas menerima apa yang ada film itu. Jangan biarkan otakmu ataupun mulutmu mengejek film itu atau bahkan menjelek-jelekkan film itu kepada orang lain. Tapi terimalah film itu dengan iklas setelah selesai menonton, jangan ucapkan sepatah katapun. Ini pekerjaan susah, ini tantangan. Kalopun kamu liat sebuah film horor yang setannya pake celana jeans, kamu harus diam. Kalopun kamu liat film tentang anak SMP tapi aktornya kumisan, kamu harus diam. Jangan ketawa!!! Ketawa itu artinya mengejek di permainan ini, kamu kalah kalo tertawa. Begitu seterusnya. Dan kalopun kamu ketahuan temanmu bahwa kamu menonton film yang masya Allah jelek itu, jangan malu. Cukup senyum saja bila di tanya. Ingat, ini latihan, jangan menjelek-jelekkan film orang lain walaupun setelah itu kamu muntah di kamarmu. Kalopun kamu benar-benar tidak bisa diam dan ingin mengeluarkan sesuatu yang ada di pikiranmu setelah menonton, maka catatlah. Kamu masih punya catatan kecil di sakumu. Yang perlu kamu lakukan adalah ingat baik-baik nama sutradara film itu. Sesuatu yang harus kamu pelajari dari kasus ini adalah bahwa suatu saat nanti kamu sangat mungkin membuat sebuah film yang jelek. Padahal kamu sudah berusaha sebaik mungkin tapi filmmu tetep saja jelek, ini sangat mungkin terjadi. Segeralah tebus kesalahanmu itu dengan membuat film bagus. Kalopun kamu akhirnya menjadi seorang sutradara yang membuat film setan bercelana jeans itu, paling tidak kamu tidak menjelek-jelekkan film orang lain. Ini penting.

Langkah ke-14 : Olah Raga
Nah, kamu butuh olah raga. Paling tidak setelah kamu meluangkan waktu untuk menonton TVRI di langkah ke-12 dan dengan sukses menonton film jelek di langkah ke-13, pasti kamu mengalami kondisi stress yang berlebih. Maka berolah ragalah agar pikiranmu tenang. Bisa jadi kamu mengalami kondisi kejiwaan yang parah setelah menonton dua hal tersebut dan mengalami emosi yang sangat luar biasa, ingin membanting TV, ingin menjungkir balikkan tempat tidur sampai ingin melempari kaca kantor PH yang memproduksi film tersebut. Percayalah, dengan berolah raga akan mengalihkan semua energi emosimu. Kamu akan merasa segar kembali untuk melaksanakan aktifitas yang lain berhubungan menyiapkan fisik dan mentalmu untuk menjadi seorang sutradara besar.

Pilihlah olah raga yang kamu suka. Mulai dari bermain basket, sepak bola sampai lari-lari kecil di halaman depan. Tapi saya sarankan untuk berlatih berenang, jangan takut air. Jangan sampai kamu yang tidak bisa berenang dan takut melihat air suatu saat nanti ingin membuat film dengan judul Air Merah. Jangan sampai itu terjadi dengan kamu, kamu harus dekat dengan space yang ada di filmmu. Belajarlah berenang jika kamu besok suatu saat punya keinginan membuat film tentang air, ini investasi. Banyak sekali sutradara yang tidak bisa bermain bola tapi membuat film tentang sepak bola atau tidak pernah naik kereta api tapi suka dengan setting kereta api yang katanya alat transportasi paling romatis. Kamu harus menjadi sutradara yang dekat dan paham betul dengan sesuatu yang kamu kerjakan.

Kalo kamu tipe orang yang alergi olah raga, maka jangan lakukan dulu langkah ke-12 dan 13, berbahaya..
………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………….......................................................................................
Langkah ke-24 : Kenali Agamamu
Mungkin terdengar aneh dan tiba-tiba menjadi sok moralis dan religius. Tapi ini benar dan tidak salah cetak, kenalilah agamamu! Bagaimanapun agama itu penting. Paling tidak kamu harus tahu seperti apa agamamu itu mengatur hidupmu. Apa yang dilarang oleh agamamu, apa yang dianjurkan oleh agamamu. Yang islam pergilah ke masjid, yang katolik atau kristen pergilah ke gereja, demikian juga agama yang lain. Minimal kamu tahu dasar-dasar ajaran agamamu. Kalopun ada sesuatu yang kamu tidak setuju tentang apa yang diajarkan di dalam agamamu, tanyakan ke yang lebih tahu. Cobalah baca kitabmu, cari tahu apa yang ada disana.
Selain itu, kamu juga boleh untuk mencoba mengerti apa yang diajarkan agama lain, bahkan kamu sangat boleh untuka membandingkan. Cobalah temui temanmu yang mengerti agama lain. Ajaklah berdiskusi. Jangan berdebat dan kemudian saling membenci agama masing-masing. Agama adalah masalah sensitif, tapi jadikanlah ini menjadi ringan. Bicarakan agama dengan temanmu seperti kamu membicarakan masalahmu dengan pacarmu. Dan sadari betul bahwa ini kamu lakukan bukan untuk menjadi ahli agama, tapi untuk menjadi seorang sutradara. Kalo kamu temukan sesuatu yang menarik di agamamu atau agama orang lain, catat. Kamu masih mempunyai catatan kecil rahasia kita kan di sakumu?

Kalo kebetulan kamu orang yang tidak percaya dengan agama dan memutuskan untuk tidak memiliki agama, itu tidak masalah. Yang harus kamu lakukan adalah temukan alasan kenapa kamu menjauhi agama. Argumenmu harus lebih kuat daripada apa yang ada di agama itu sendiri. Kamu adalah calon sutradara, calon pemimpin. Apa yang kamu lakukan bisa jadi dilakukan oleh orang lain. Makanya kamu harus selalu punya alasan yang orang lain bisa mengerti.

Langkah ke-25 : Nongkrong di Lokalisasi
Sekarang kamu boleh jalan-jalan ataupun sekedar duduk di daerah yang tidak moralis, carilah lokalisasi terdekat di kotamu. Kamu kan sudah belajar tentang agama sebelumnya, jadi langkah ini aman untuk dijalani. Saya sarankan untuk lebih aman lagi, jangan bawa uang. Di lokalisasi ini semuanya sangat filmis. Kamu harus bisa tangkap itu. Bagaimana dialog-dialog antara pedagang dan konsumen sangat menarik, atau bahkan sekedar cara mereka menawarkan dagangan. Bersikaplah seperti orang biasa, jangan tegang dan jangan mencatat di tempat itu juga. Kamu harus gunakan daya ingatmu dengan baik di sini. Kalo kamu temukan yang menarik, kamu catat setelah kamu keluar dari daerah itu.

Kemungkinan terburuk adalah kamu bertemu dengan tetanggamu. Dan saya kembali menyarankan, jawablah dengan jawaban seperti yang teman-teman di usiamu lakukan, seperti “sedang penelitian” atau “lagi jadi volunter sebuah LSM”. Jangan karena saking paniknya kamu jawab “lagi refreshing” seperti yang saya lakukan dulu. Itu bisa menyebabkan salah paham yang berkepanjangan. Atau juga jangan kamu jawab dengan jujur “saya kan mau jadi sutradara, jadi harus ke lokalisasi”, itu juga terdengar aneh. Kamu harus sadar bahwa calon profesimu itu beda dengan profesi-profesi yang lain. Jadi masih terdengar aneh jika ada orang mau jadi sutradara. Selain karena langkah ini juga bukan langkah wajib, ini langkah pilihan, tapi penting.

Yang perlu kamu lakukan adalah berada di tempat itu, merasakan dan melihat apa yang sebenarnya terjadi disana. Bagaimana mereka menjalani pekerjaan mereka. Lebih baik lagi kalo kamu bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Sebelum ini mungkin kamu merasa bahwa lokalisasi adalah sebuah tempat yang penuh dengan dosa dan hal-hal negatif lainnya. Tapi kamu akan menjadi tahu bahwa disana penuh juga dengan kesedihan, keputusasaan, penyesalan, rasa takut dan keterpaksaan di balik kedipan mata mereka.
………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………........................................................................................................

JALAN-JALAN DENGAN FILMMU

Langkah berikutnya adalah langkah yang paling asyik dan menyenangkan, tour with your film. Intinya adalah sebuah film harus di tonton. Jadi mulailah jalan-jalan dengan filmmu. Kemanapun kamu pergi, pastikan di dalam tas membawa DVD filmu. Kalo ada kesempatan bertemu dengan orang yang layak untuk kamu beri, berikanlah. Tapi pakailah strategi. Kamu harus dikenal sebagai sutradara, bukan sales DVD. Jadi tetaplah punya harga diri sebagai seorang seutradara, tidak asal ketemu dan langsung memberi film seperti seorang mahasiswa sekolah film pada umumnya. Ingat, sutradara bukan mahasiswa sekolah film.

Festival
Festival adalah cara yang paling tepat. Di acara inilah pestanya para orang film. Cari tahulah festival-festival yang penting untuk perjalanan karirmu. Baik di dalam negeri ataupun luar negeri. Jika di ibaratkan bahwa sebuah festival adalah perjalanan karirmu sebagai seorang pembuat film, maka jangan mulailah dari atas. Hindari dulu festival-festival kelas A. Carilah dulu festival yang paling dekat dengan lingkunganmu. Kalo memang di tingkat RT rumahmu ada festival film, daftarkan filmu. Pokoknya mulailah dari yang paling bawah. Daftarkan filmmu ke festival film yang ada di Indonesia. Manfaatkanlah internet, carilah dari situ.
Banyak pembuat film yang mengikutkan filmnya ke sebuah festival untuk mencari kemenangan, kamu jangan lakukan ini. Ikutkanlah sebuah festival film agar filmmu di tonton orang dan di apresiasi di sebuah tempat yang tepat. Kemenangan? Itu bonus, bukan tujuan. Jika filmmu berhasil diputar di sebuah festival maka hadiri festival itu dengan senjatamu : DVD yang ada di tasmu. Siapa tahu di festival itu kamu akan bertemu orang yang kamu anggap harus melihat filmmu. Minimal tulislah nama judul film dan alamat email di DVD filmmu. Kalo memang dirasa perlu buatlah kartunama dan cantumkan pekerjaanmu : filmmaker.
Dibawah ini saya catat beberapa sebab kenapa pembuat film tidak mengirimkan filmnya ke festival :
1. Tidak tahu informasi mengenai festival film.
Filmmaker yang mempunyai alasan seperti ini termasuk dalam kategori susah untuk di tolong karena termasuk seorang filmmaker yang malas. Informasi tentang festival film jelas tersebar luas di internet. Salah satu cara selain mencari sendiri di internet adalah dengan cara ikut milis yang berhubungan dengan film seperti dunia film, indomovie, konfiden, indonesian filmmaker dsb. Di milis itu banyak informasi tentang sebuah festival film. Atau bisa bisa masuk : filmfestivalworld.com. Bisa juga menjadi member shortfilmdepot.com atau reelport.com. Di beberapa website itu banyak sekali informasi tentang festival film.

2. Terlalu banyak informasi sehingga tidak tahu festival mana yang akan diikuti.
Ini alasan yang sangat logis. Banyak sekali festival film di dunia ini. Tapi paling tidak bisa dimulai dari yang paling dekat. Di Indonesia ada festival film pendek yang diselenggarakan oleh Konfiden (Komunitas Film Independen), daftarkan filmmu dan hadiri festival itu. Kalo kamu berasal dari luar Jakarta dan kebetulan punya uang cukup, naiklah kereta ekonomi. Ingat perjalananmu akan semakin menarik menjadi biografi jika nanti kamu menjadi seorang sutradara besar. Selain itu banyak juga festival yang lain seperti Mafvie Fest di Malang, Jember Film Festival, Festival Film Dokumenter di Jogja, Ok Video, Hello Fest dan banyak lagi. Ingat, jangan mengikutkan sebuah film di festival untuk mencari kemenangan.
Setelah kamu puas filmmu jalan-jalan di dalam negeri, cari tahulah festival-festival yang ada di luar negeri. Jangan dulu festival kelas A seperti Berlin, Venice ataupun Cannes. Mulailah dari yang paling dekat seperti Singapore Int’l Film Festival atau Cinemanila Film Festival. Setelah itu kamu bisa mencoba ke festival seperti Pusan Int’l Film Festival, International Film Festival Rotterdam, Short-Short Film Festival di Tokyo, Clermont-Ferrand Short Film Festival, Hamburg Int’l Short Film Festival atau Oberhousen Short Film Festival. Kalo sudah berhasil diputar di beberapa festival seperti ini, biasanya filmmu akan jalan-jalan dengan sendirinya. Kamu hanya tinggal membuka email untuk mengecek programmer-programmer yang meminta filmmu.

3. Mahal
Iya, memang mahal untuk mengirim DVD preview copy dari Indonesia ke sebuah festival di luar negeri. Beberapa solusi yang saya lakukan adalah : Titip. Biasanya dari Indonesia pasti ada yang berangkat ke sebuah festival penting di luar negeri. Carilah informasi itu dan titipkan film kamu. Kalo kamu ingin menjadi seorang penitip yang tidak bertanggung jawab ya titiplah begitu saja. Tapi kalo kamu ingin menjadi penitip yang sedikit bertanggung jawab, bukalah website festival yang akan di datangi orang yang kamu titipi itu. Carilah guest list yang ada di website itu dan catatlah nama dan hotel tempat menginap tamu tersebut. Setelah itu kamu bisa siapkan amplop-amplop berisi filmmu yang sudah tertata rapi berdasarkan hotel tempat tamu itu menginap. Atau berikanlah filmmu dan percayakan bahwa filmmu akan diberikan kepada programmer yang hadir di festival itu. Cara yang lain adalah dengan mengajak teman untuk mendaftarkan ke sebuah festival yang sama. Semakin banyak teman yang bisa kamu ajak, maka biaya pengiriman akan jauh lebih murah.

4. Mutung
Apa sih bahasa Indonesianya? Tapi mutung adalah kata yang paling tepat untuk menggambarkan sebab ini. Ini adalah sebab psikologis seseorang tidak mengirimkan filmnya ke sebuah festival. Biasanya filmmaker yang seperti ini mendaftarkan filmnya di sebuah festival untuk mencari kemenangan. Di saat filmnya ternyata tidak menang ia menjadi mutung untuk mengikutkan filmnya ke sebuah festival film yang lain. Bahakan parahnya lagi filmmaker seperti ini biasanya terus memusuhi sebuah festival film. Hanya doa dan bujukan pacar yang bisa menyelesaikan masalah ini.

Ada yang penting juga, carilah festival yang bisa memberi tiket jika filmmu berhasil diputar seperti : Short-Short Film Festival di Jepang, Almaty Int’l Film Festival di Kazakhstan, Hongkong Independent Film-Video Award dan masih banyak lagi. Begitu kamu ada kesempatan ke luar negeri, bawalah senjatamu : DVD, kartunama dan broken englishmu. Jadilah Sutradara!

Bersahabat dengan Programer
Profesi ini mungkin belum di kenal di negara kita. Tapi seorang programmer adalah jabatan yang sangat penting dalam sebuah festival. Dia lah yang akan memilih film-film yang akan diputar di festivalnya. Kalo kamu merasa bahwa festival ada;ah jenjang karirmu, maka bersahabatlah dengan programmer. Jangan ada niatan untuk mendekati programmer karena agar filmmu diputar, tidak sama sekali. Tapi bersahabatlah seperti kamu bersahabat dengan temanmu yang lain. Berperilakulah seperti biasa. Pastikan dia memiliki filmu dan menonton, dan bersikaplah seperti layaknya seorang teman kerja atau teman main, jangan ada tendensi apa-apa.
Karena semakin kamu mengenal………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………

Demikianlah cuplikan (3%) dari buku “sombong” yang saya tulis untuk membunuh (waktu) Korea. Kabar buruknya adalah saya tidak tahu kapan buku ini akan terbit. Saya juga tidak tahu apakah ada penerbit yang tertarik. Dan saya juga tidak tahu kapan saya punya uang untuk menerbitkan buku ini sendiri. Yah..maklum, orang sombong yang masih pemula. Sombong tapi gak ada modal. Mungkin saya akan lebih belajar lagi untuk lebih menjadi sombong yang bertanggung jawab, maksudnya sombong yang dibarengi dengan kekuatan modal. Amin.

20 February 2008

시네마테크의 친구들 모였네


시네마테크의 친구들 영화제가 1월8일 오후 7시30분 서울아트시네마에서 개막했다. 올해로 3회째를 맞은 이번 영화제는 개막작 버스터 키튼의 무성영화 <셜록 주니어>를 시작으로 마쓰모토 도시오의 <수라>, 장 비고의 <라탈랑트>, 에미르 쿠스투리차의 <집시의 시간> 등 총 30편의 영화를 상영한다. 영화배우 권해효의 사회로 진행된 개막식에선 영화진흥위원회 안정숙 위원장, ‘시네마테크의 친구들’의 대표인 박찬욱 감독이 축사를 했고 이두용, 배창호, 이명세, 김종관, 진원석, 이재용 감독도 참석해 자리를 빛냈다. 사진은 개막식 뒤 리셉션 자리에서 대화를 나누고 있는 인도네시아의 이파 감독, 김종관 감독, 이재용 감독(가운데 왼쪽부터).

Taken from CINE21 FIlm Magazine.

18 February 2008

KULIAH LAGI

Liburan musim dingin di Korea memang terlalu lama, tiga setengah bulan. Minggu kemaren sudah selesai KRS untuk semester depan dan awal Maret sudah mulai masuk hari pertama. Akhirnya kuliah lagi juga. Aku pikir dulu setelah selesai kuliah di ISI aku nggak akan kuliah lagi karena memang nggak suka. Ternyata hari ini aku melakukan hal itu lagi, kuliah. Ngisi KRS di ISI beda 180 derajat dengan di sini. Selama 8 tahun kuliah ISI aku KRS menggunakan mesin ketik manual, disini KRS di urus dari rumah karena semuanya ada di internet. Tapi aku tetap saja datang ke kampus karena nggak dong apa arti mata kuliah dalam bahasa Korea di website mereka. Akhirnya aku ngambil 15 sks semester ini. Itu pun masih di suruh nurunin lagi sama beberapa dosen karena katanya terlalu banyak dan mungkin sudah nggak perlu buat aku. Padahal aku pengen ngambil 18 sks.

Modern Film Theory
Aku ambil karena aku nggak begitu ngerti apa isi mata kuliah ini. Dan juga karena aku respect sama dosennya yang kebetulan juga salah satu programmer di Women International Film Festival. Dia juga ngajar di mata kuliah documentary yang tidak ada rencana aku ambil. Sering ngobrol setiap hari Rabu kalo pas ketemu di program Wednesday Doc di kampus. Aku pikir aku memang harus ambil salah satu mata kuliahnya dosen perempuan ini, Nam In Young.

Cinematography
Semester kemaren sempet ketemu dosennya dan aku janji untuk ambil mata kuliahnya. Kebetulan juga dosen yang baik, sering nelpon hanya untuk ngajak makan malam bareng dia dan istrinya di rumahnya yang kebetulan deket asrama. Dan juga aku sudah janji sama Kelik (DOP di beberapa filmku) untuk ambil mata kuliah ini dan cerita ke dia kalo pulang ke Jogja. Paling nggak janji dengan dua orang itu adalah alasan yang cukup kuat untuk aku ambil mata kuliah ini. Selain memang karena aku pengen tahu lebih tentang 16mm.

Producing
Mata kuliah ini harus aku ambil. Sempet mikir lama karena aku tahu dosennya hanya bisa bahasa Korea dan Prancis, nggak bisa bahasa Inggris. Akhirnya tetep aku ambil, itung-itung sekalian belajar bahasa Korea kalo memang nggak dong yang ia terangkan.

Directing
Dua kali di tolak masuk mata kuliah ini. Prof Lee pikir aku sudah nggak butuh lagi mata kuliah ini. Tapi aku ngotot dan jelasin kalo aku bener-bener butuh. Aku sama sekali belum pernah dapat apa itu directing dari sebuah kelas yang formal. Kebetulan aku juga nggak suka sama dosen mata kuliah ini, Cong Chang Lee.

Digital Film Production
Mata kuliah bikin film digital 10 menit. Aku pasti akan banyak belajar banyak di kelas ini dan bagaimana produksi dengan temen-temen disini. Walaupun mata kuliah ini yang pasti akan banyak menyita waktu, tapi sepertinya menyenangkan.

Sebenarnya masih ada lagi yang pengen banget aku ambil kayak Sound Technology, Film Grammar dan Scriptwriting. Tapi aku benar-benar belum bisa mengalahkan waktu karena jamnya barengan. Mudah-mudahan semester depan.

Fa, selamat belajar!

31 January 2008

SALJU PERTAMA

Salju pertama di hidupku. Akhirnya turun salju juga di Busan. Buat orang Busan ini merupakan keajaiban juga karena Busan adalah satu-satunya kota di Korea yang tidak pernah ada salju. Jadi hari kemaren itu aku bukan satu-satunya orang yang nggumun ketika salju tiba-tiba turun tengah malam sampai siang keesokan harinya.











24 January 2008

INTERVIEW DENGAN KBS

Minggu kemaren habis di wawancara sama KBS, sebuah stasiun televisi dan radio di Korea. Bisa di dengarkan disini.

11 January 2008

SEOUL STORY

Minggu kemaren sempet liburan ke Seoul. Misi utama adalah lihat salju, megang-megang salju dan foto-foto di salju.



Indiestory, Mediact, Dinner dll.
Sempet mampir ke indiestory dan mediact. Nampang juga di depan NADA art cinema, Korea University dan Korea National University of Arts. Foto bersama Alex, Yuu Un Seong dan istri setelah diundang makan malam.
__________



Gyeongbokgung
Jalan-jalan di Gyeongbokgung. Daerah ini asyik banget, perpaduan antara bangunan-bangunan modern dan tradisional. Sempet nemu replika kucing kecil yang lucu yang dibawahnya ada sticker made in indonesia seharga 3000 won. Gyeongbokgung adalah bertemunya Kotagede dan Kemang.
__________


On Location
Sempet main ke lokasi shoting Antique, film baru yang di sutradarai oleh Min Gyu Dong (Memento Mori, My Lovely Week)
__________



3rd Cinemateque Friends Film Festival
Datang ke opening night Friends Film Festival di Seoul Cinemateque. Ketemu banyak banget sutradara disini, mulai dari Lee Myung Se (First Love, Bitter and Sweet, Duelist, M), Bae Chang Ho (My Heart, The Last Witness, Road), Park Chan Wook (Trilogy Vengeane, I'm Cyborg but thats ok), Hur Jin Ho (Chrismast in August, April Snow, Happiness). Walaupun udah stay cool, grogi juga nonton Sherlock Jr-nya Buster Keaton di depan Park Chan Wook. Sempat kenalan dan dua kalimat keluar dari mulutnya untukku "Anyong Haseo..Happy New Year!!"
__________


Ansan
Pusat TKI terbesar di Korea. Banyak banget warung Indonesia. Akhirnya makan gule, dapet teh sariwangi dan nonton sinetron di Indosiar juga setelah sekian lama memendam rindu.
__________


Korean Academy of Film Art
Bertemu teman-teman di KAFA untuk makan siang bersama Park Ki Yong (Motel Cactus, Camels).
__________


Foto Session
Foto Sesion sebelum potong rambut. In this picture : Jong Kwan, Ifa, Ju Yeong.
__________


Chonggyechon
Jalan-jalan ke sungai chonggyechon.
__________


Vincent Van Gogh
Untuk pertama kali dalam sejarah hidupku. Nonton Lukisan aslinya Van Gogh. Emang beda dengan yang ada di buku-buku atau internet. Walaupun tiketnya mahal, tapi Seoul National Museum ini tetap aja ramai banget.
__________


Seoul setelah aku pulang
Akhirnya setelah seminggu lebih di Seoul, tetap ada tidak ada salju. Harus pulang saat Nam memberi kabar bahwa ia harus pulang ke Vietnam karena beasiswanya sudah selesai. Setelah mengantar Nam ke bandara, membuka email, dan foto ini yang aku temukan. Ada tulisan broken inggris yang sangat khas darinya "Ifa..today snooooow!!! i just take picture in the front of my house!!!"

"Aaaaarrrrrgghhhhnsdfjnqspgkqpeot*&^khgkdusfh*(*((*&^%$&^@"